Sabtu, 31 Desember 2011

Nama Saya (┌'_'┐)

Hello, my name is Satan. Don't you feel afraid?


"Nama?" 
"Syahfwat"
"Apa? Syahwat?"
"Syah-fwat. S.Y.A.H.F.W.A.T"
"Nama kok aneh2 -__-"

PLEK. Terdengar bunyi stempel yg diletakan diselembar paspor.

"Nama?"
"Zamaleth"
"Pake 'Jet' yah depannya neng?"
"Hah? Apa?"
"Pake 'JET' yah depannya neng?
"Hah? Apaan sih? -___-" (bingung)
"PAKE 'JET' YAH DEPANNYA NENG???" (emosi)
"Eh! Jangan teriak2 dong!"
'Dikira saya neng budek, abis saya tanya daritadi jawabnya, HAH HEH HAH HEH mulu"
"Saya tidak budek"
"Terus kenapa atuh nggak menjawab?"
"Loh, Saya itu tidak mengerti pak, maksud bapak 'Jet' tuh pesawat terbang? Saya datang naik kapal fery kok!"
"Maksud saya teh di nama 'neng.Pake 'jet' yah? depannya? Kan namanya Jamaleth!"
"Maksudnya 'ZET'?"
"He-eh eta!"
"Ya ampunn!"

Terdengar tepukan di dahi yg diiringi suara tawa.

"Nama?"
"Su.. Sumanto.." (gugup)
"JADI KAMU YG MAKAN DAGING ORANG MATI??"
"Bu.. bukan saya pak! Bapak salah tangkep.. i..itu" 
"HEH! SATUSATUNYA ORANG YG NAMANYA SUMANTO DI DESA INI CUMA KAMU! SAYA DAPET LAPORAN ORANG YG NAMANYA SUMANTO MAKAN DAGING ORANG MATI! TIDAK MUNGKIN SALAH ORANG! JANGAN NGELES KAMU YAH!" (emosi) 
"Ampun pak.. ampun!" (takut)
"Saya jadi polisi sudah lama. Saya yakin kamu kan biang keroknya! Sekarang ngaku, kamu ngapain aja sama itu mayat?!"
"Bukan pak! Demi Tuhann!!"
"Jadi kamu bilang saya salah?!"
"B..B bukan maksud saya begitu pak!"
"Sudah nyusahin, bacot pula!"
PLAKK.. JEDUGG.. BAK BUK BAK BUK..

Hening..

Terdengar suara benda jatuh ke lantai..

Orang iseng: "Kamu suka main2 dengan Syahwat yah?"
Saya: "Hahhh???!!"

Petugas imigrasi kelautan: "Neng, Jamaleth dulunya lelaki yah?"
Saya: "Lohh?? Kok bisa bertanya begitu?"
Petugas imigrasi kelautan: "Habis, di kampung saya ada juga namanya Jamal, dia pergi keluar negeri buat operasi jadi wanita. Eh, neng teh bukan Jamal yg sudah jadi wanita kan?"
Saya: "Hahh??!!"

Kepala Desa: "Pak, Alhamdulillah, orang yg memakan mayat itu sudah tertangkap pak!"
Pak Polisi: "Ia, ini dia pak orangnya! Saya yg menangkangkapnya!" (bangga)
Kepala Desa: "Loh.. bukan pak, maksud saya mau mengabari bahwa orangnya sudah ada di balai desa. Memangnya ini siapa pak? Penjahat juga yah?" (bingung)
Pak Polisi: "Hahhh??!!"
Saya: "Hhhrrr..!!" (emosi)

Tiga orang itu duduk berdesakan di dalam bis yg penuh sesak. Mereka masih harus menempuh 3 jam perjalanan lagi untuk sampai di kampung masing2. 3 orang dari berbagai generasi itu punya pengalaman dan cerita tersendiri. Kita tidak akan pernah tau tentang suatu kejadian jika tidak mengalami atau membaginya kepada orang lain.

Seorang pria yg memegang paspor berkata,"Pulang kampung?"

Dua orang lain yg duduk di sebelahnya mengangguk kecil.Wanita yg berada di sebelahnya tersenyum dan bertanya basa basi.Yang lelaki karena tidak enak sudah ditegur pun ikut dalam obrolan mereka.Entah kenapa muka lelaki itu sedikit bonyok seperti terkena pukulan.

Mereka saling berjabat tangan masing2.

"Syahfwat"
"Zamaleth"
"Sumanto"

Tidak ada yg tertawa, tidak ada yg salah menyebut kosa kata, dan tidak ada salah paham.
Pembicaraan diantara mereka terus mengalir begitu saja.Dan nama yg mereka bawa sejak lahir sudah tidak mempunyai arti lagi saat mereka saling mengenal satu sama lain.

Nama hanya sebutan, hanya pertanda dan nama itu doa.Jadi, apapun doa orang kepada kita, mengapa tidak kita syukuri dan nikmati saja? Jangan sampai dijadikan bahan ejekan dan sumber dosa semata.Nama untuk disyukuri, bukan untuk dicemoohkan.Jadi, pikirlah dua kali sebelum kamu mengejek nama orang lain.Apakah ia, nama saya sebagus itu?

2 jam sudah berlalu dan 3 orang itu sudah menemukan 3 sahabat baru.

Bus pun terus melaju:)

Selasa, 27 Desember 2011

When Wind Whispers Your Name

Tidakkah kau dengar itu? Angin memanggil namamu setiap saat. Sudah lama kau menghilang, bahkan sebelum kau muncul menampakkan diri.
Mungkin sanubariku masih berarti. Tapi, hati ini masih ingin memanggil namamu lagi.
Tidak ingin namamu pergi dari hatiku. Karenamu, kota ini sunyi.

Aku ingin membuka kotak pandora itu.
Membuka jalan ke dunia kematian, mencarimu disana dan memastikan kau tak sendiri.
Aku ingin pergi mencari, ingin pergi memulai, tapi tidak tau kemana dan tidak tau bagaimana.

Bahkan bila bisa kucabut tangan ini untuk melangkah seperti kaki, akan kusuruh ia pergi jauh sampai menemukanmu, barulah ku izinkan untuk kembali. Bahkan mata ini bisa melepas bayangmu yg tidak nyata, rekayasa batinku untuk sedetik menghilang dari pelupuknya, akan kucopot dengan senang hati agar bisa berdiam diri.

Andai saja aku bisa.. Andai saja aku berani..

Angin masih saja terus berbisik. Berbisik namamu, yang bahkan tidak kuketahui. Aku tidak bisa mendengar desahan angin. Apalagi membedakan desahan sedih, gundah, atau bingung -_- suara yang terlalu kecil dan datar.
Seperti memang tidak mau bercengkrama denganku dan beri tau namamu.

Tapi aku mengerti, mereka ingin memilikimu. Agar aku tidak bisa menyentuhmu dan memilikimu abadi. Mereka tak ingin berbagi namamu, nama seseorang yang tak pasti kutau dan kurindukan. Seseorang yang tak pernah kujamah tapi mampu membangunkanku dari tidurku, wujud yang tidak sama, yang aku sendiri tidak mengerti apa. Perasaan membingungkan ini kadangkala membuatku tidak mengerti, tapi bisa kupahami.

Yang jelas aku tau, angin masih menyiulkan namamu..

Mengharapkan kembali. Tapi mengapa tidak ada yang ingin menyebut namamu? Apakah merekan enggan sekali membuka kerinduan lama yang ingin mereka kikis sampai mati? Apakah mereka hanya ingin aku tidak tau kemana kau pergi? atau mereka ingin aku hilang tanpa tau kau akan kesini?

Yang bisa kudengar dari sayup angin adalah kau pergi dalam diam. Sebelum kematian bernyanyi di tempat sunyi. Setelah kebahagiaan masih malu untuk bersembunyi di bawah trotoar kota ini. Ketika tapak-tapak kaki kuda masih membuat dunia ini berisik dengan suaranya.

Tidakkah kau tau? Karenamu semua kota ini berubah jadi sepi

Tidak dapat kudengar lagi suara anak kecil bermain dengan kepala botaknya. Tidak kudengar lagi para lelaki sholat Jumat dengan suara serempaknya atau pesta pora yang sering diadakan dengan riuhnya. Semua mati.

Karena itu, aku tidak bisa bertanya namamu dengan orang mati. Mereka lebih mati daripada hantu gentayangan yang masih punya hasrat mengganggu sang hidup. Mereka tulang daripada daging yang berjalan hanya untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Mereka tidak lebih dari binatang. Atau bahkan lebih rendah dari binatang? Bahkan mereka tidak peduli lagi akan hidup ini..

Dengan apa yang kau perbuat setelah kau pergi, mengapa aku masih tidak diizinkan untuk mengetahui namamu? Masihkah aku terlalu hina untuk tau namamu? Untuk menjeritkan namamu? Dosakah keinginanku sehingga Tuhan tidak mau mengabulkan doaku? Hanya untuk sebuah nama yang ingin kutau. Yang seseorang tak pernah ku sentuh..

Kulihat calon pacar wanita yang tidak akan pernah menjadi pacar itu masih menyapu halaman rumahnya yang kecil. Masih dengan wajah datar dan tidak tau. Atau dia memang sengaja tidak mau tau keinginannya untuk menjadi pacar lelaki? Sudah pupus?

Atau dia berpura-pura buta bahwa aku, sang pacar lelaki. Karena dia tidak lebih dari orang-orang mati itu. Hanya saja dia dibalut dengan kain sutera yang kurasa hanya pemikat sesaat.

Ingin kusalahkan kau. Karena hasratku hanya satu.. mengetahui namamu. Yang bahkan saat aku ingin menggapainya pun terasa pilu.

         Dimana kamu?

Apakah ditempat dimana Ratu sudah gantung diri?
Atau tempat dimana Raja sudah tidak beristri?
Desiran angin menyapu wajahku..
Bahkan angin masih menyebut namamu..