Selasa, 27 Desember 2011

When Wind Whispers Your Name

Tidakkah kau dengar itu? Angin memanggil namamu setiap saat. Sudah lama kau menghilang, bahkan sebelum kau muncul menampakkan diri.
Mungkin sanubariku masih berarti. Tapi, hati ini masih ingin memanggil namamu lagi.
Tidak ingin namamu pergi dari hatiku. Karenamu, kota ini sunyi.

Aku ingin membuka kotak pandora itu.
Membuka jalan ke dunia kematian, mencarimu disana dan memastikan kau tak sendiri.
Aku ingin pergi mencari, ingin pergi memulai, tapi tidak tau kemana dan tidak tau bagaimana.

Bahkan bila bisa kucabut tangan ini untuk melangkah seperti kaki, akan kusuruh ia pergi jauh sampai menemukanmu, barulah ku izinkan untuk kembali. Bahkan mata ini bisa melepas bayangmu yg tidak nyata, rekayasa batinku untuk sedetik menghilang dari pelupuknya, akan kucopot dengan senang hati agar bisa berdiam diri.

Andai saja aku bisa.. Andai saja aku berani..

Angin masih saja terus berbisik. Berbisik namamu, yang bahkan tidak kuketahui. Aku tidak bisa mendengar desahan angin. Apalagi membedakan desahan sedih, gundah, atau bingung -_- suara yang terlalu kecil dan datar.
Seperti memang tidak mau bercengkrama denganku dan beri tau namamu.

Tapi aku mengerti, mereka ingin memilikimu. Agar aku tidak bisa menyentuhmu dan memilikimu abadi. Mereka tak ingin berbagi namamu, nama seseorang yang tak pasti kutau dan kurindukan. Seseorang yang tak pernah kujamah tapi mampu membangunkanku dari tidurku, wujud yang tidak sama, yang aku sendiri tidak mengerti apa. Perasaan membingungkan ini kadangkala membuatku tidak mengerti, tapi bisa kupahami.

Yang jelas aku tau, angin masih menyiulkan namamu..

Mengharapkan kembali. Tapi mengapa tidak ada yang ingin menyebut namamu? Apakah merekan enggan sekali membuka kerinduan lama yang ingin mereka kikis sampai mati? Apakah mereka hanya ingin aku tidak tau kemana kau pergi? atau mereka ingin aku hilang tanpa tau kau akan kesini?

Yang bisa kudengar dari sayup angin adalah kau pergi dalam diam. Sebelum kematian bernyanyi di tempat sunyi. Setelah kebahagiaan masih malu untuk bersembunyi di bawah trotoar kota ini. Ketika tapak-tapak kaki kuda masih membuat dunia ini berisik dengan suaranya.

Tidakkah kau tau? Karenamu semua kota ini berubah jadi sepi

Tidak dapat kudengar lagi suara anak kecil bermain dengan kepala botaknya. Tidak kudengar lagi para lelaki sholat Jumat dengan suara serempaknya atau pesta pora yang sering diadakan dengan riuhnya. Semua mati.

Karena itu, aku tidak bisa bertanya namamu dengan orang mati. Mereka lebih mati daripada hantu gentayangan yang masih punya hasrat mengganggu sang hidup. Mereka tulang daripada daging yang berjalan hanya untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Mereka tidak lebih dari binatang. Atau bahkan lebih rendah dari binatang? Bahkan mereka tidak peduli lagi akan hidup ini..

Dengan apa yang kau perbuat setelah kau pergi, mengapa aku masih tidak diizinkan untuk mengetahui namamu? Masihkah aku terlalu hina untuk tau namamu? Untuk menjeritkan namamu? Dosakah keinginanku sehingga Tuhan tidak mau mengabulkan doaku? Hanya untuk sebuah nama yang ingin kutau. Yang seseorang tak pernah ku sentuh..

Kulihat calon pacar wanita yang tidak akan pernah menjadi pacar itu masih menyapu halaman rumahnya yang kecil. Masih dengan wajah datar dan tidak tau. Atau dia memang sengaja tidak mau tau keinginannya untuk menjadi pacar lelaki? Sudah pupus?

Atau dia berpura-pura buta bahwa aku, sang pacar lelaki. Karena dia tidak lebih dari orang-orang mati itu. Hanya saja dia dibalut dengan kain sutera yang kurasa hanya pemikat sesaat.

Ingin kusalahkan kau. Karena hasratku hanya satu.. mengetahui namamu. Yang bahkan saat aku ingin menggapainya pun terasa pilu.

         Dimana kamu?

Apakah ditempat dimana Ratu sudah gantung diri?
Atau tempat dimana Raja sudah tidak beristri?
Desiran angin menyapu wajahku..
Bahkan angin masih menyebut namamu..

6 komentar: